BLITAR: Perkara korupsi Dam Kali Bentak yang menyeret keluarga Mantan Bupati Rini Syarifah ternyata belum seberapa. Kabar berhembus, permainan proyek di Dinas Kesehatan dan jual beli jabatan lebih parah!
Mantan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso menyebut, saat dirinya masih menjabat, diakui banyak proyek bermasalah. Namun dirinya tidak bisa berbuat banyak karen hanya wabup dan hanya bisa mengigatkan Mak Rini sebagai bupati.
“Kalau perkara Dam Kali Bentak saya tidak tahu. Tapi memang banyak proyek yang bermasalah. Paling parah ya di Dinas Kesehatan dan jual beli jabatan, karena saya tahu sendiri, ” ujar Rahmat Santoso, saat dikonfirmasi terkait pemaggilan kedua Mak Rini oleh Kejari Kabupaten Blitar terkait kasus korupsi Dam Kali Bentak.
Disebutkan Rahmat Santoso, sewaktu dirinya masih menjabat Wabup ada dana stunting dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pusat yang jumlahnya mencapai puluhan miliar.Namun diduga, dana itu menguap dan tidak sesuai peruntukan.
“Saya tahu itu, karena saya yang cari jalan ke pusat agar dana stunting untuk program antropometri bisa turun ke Kabupaten Blitar. Dana stunting itu harusnya buat semua Puskesmas di Kabupaten dan ada juga untuk PKK untuk menangani stunting. Coba dicek berapa jumlahnya berapa, apakah semua Puskesmas dapat, ” ucap Rahmat Santoso yang mengaku sedang dalam perjalanan dari Kalsel ke Bali ini.
Karena ikut mencarikan jalan agar dana pusat tersebut turun, Rahmat Santoso pernah menayakan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar. Namun dijawab oleh Kadinkes, dr Christine indrawati, M.Kes jika penggunaan maupun pencairan harus melalui ijin Dewan Pengawas (Dewas), Sigit Poernomo.
“Saya tanya ke dokter Chiris, dana buat PKK untuk penanganan stunting kok belum turun. Karena kebetulan istri saya juga Ketua PKK saat itu dan memang tidak pernah menerima. Tapi jawabnya, harus melalui Profesor Sri Paduka Sigit, M-banking, ” sentil Rahmat Santoso.
Disinggung kemana larinya dana stunting dari pusat itu, Rahmat Santoso mengaku tidak tahu persis. Yang diketahui, ada proyek pembangunan Rumah Sakit Ngudi Waluyo Wlingi yang sudah gonta-ganti kontraktor puluhan kali.
“Apakah buat bangunan itu atau yang lain, coba tanya Dinkes atau Sri Paduka Sigit sebagai Dewas. Yang saya ketahui bangunan proyek itu miring dan bentonya disuntik sana-sana. Kontraktornya gonta-ganti. Selain itu di Dinkes juga ada pengadaan Alkes, dana dari pusat juga APBD, coba ditelusuri, ” ujarnya.
Selain menyoroti proyek di Dinkes, Rahmat Santoso juga menyebut perkara dugaan jual beli jabatan di Kabupaten Blitar semasa dirinya menjabat. Jual beli jabatan ini mulai dari tingkat bawah hingga level jabatan kepala dinas. Salah satunya ada di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim).
“Sampai sekarang Mak Rini kenapa belum pulang. Mungkin, selain ada panggilan kedua dari Kejari terkait korupsi Dam Kalibentak, juga ditagih banyak orang yang sudah setor uang untuk modal Pilkada kemarin. Sudah dijanjikan jabatan maupun proyek. Cek juga siapa direktur rumah sakit Srengat, ” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Rahmat Santoso juga membongkar modus dalam permainan proyek di Blitar yang melibat orang-orang dekat dan keluarga Mak Rini. Selain Muchlison, kakak kandung Mak Rini yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi Dam Kali Bentak, juga disebutkan keterlibatan Zainal Arifin, suami Mak Rini dan sejumlah tokoh dari PETA Tulungagung.
“Proyek-proyek di Kabupaten Blitar sudah di kapling-kapling. Ada yang harus lewat Gus Ison ada yang di klaim milik Kyai Ageng Saladin dan ada kaplingnya Zainal, tokoh yang sudah terkenal di dunia blantik sapi, ” bebernya.
Meski Rahmat Santoso sudah tidak lagi sering tinggal di Blitar, namun dirinya mengaku mengetahui jika saat ini ada gerilya dari ‘pasukan’ PETA dan ‘pasukan’ Baret Merah (pendukung Mak Rini), untuk mendekati Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun Aparat Penegak Hukum (APH).
“Sekarang ada yang gerilya ke OPD-OPD dan APH. Tujuannya, agar satu kata jika sewaktu-waktu kasusnya dibuka. Saya bilang begini, karena saya juga salah satu APH, yaitu advokat, ” ucap Rahmat Santoso yang Ketum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) dan Vice Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Diketahui, kasus korupsi di Kabupaten Blitar pada periode Bupati Mak Rini sudah mulai dibongkar oleh Kejari Kabupaten Blitar. Diawali dengan penetapan lima tersangka korupsi proyek pembangunan Dam Kali Bentak senilai Rp 5,1 miliar. Salah satu tersangka adalah Muchilson, kakak kandung mantan Bupati Mak Rini yang menerima aliran uang Rp 1,1 Miliar.
Muchlison masuk dalam Tim Percepatan Pembangunan dan Investasi (TP2ID), Lembaga ad hoc bentukan Mak Rini. Dalam TP21D juga ada nama tokoh dari Pondok PETA Mohamad Zulkarnain atau yang akrab disapa Gus Adib. Kejari Kabupaten Blitar juga sudah memeriksa Gus Adib, namun status masih saksi.
Selain itu dalam TP2ID juga ada nama Sigit Purnomo, yang menjabat Dewan Pengawas Rumah Sakit di Kabupaten Blitar. Dalam minggu ini, Kejari juga akan memanggil Mak Rini untuk kedua kalinya dalam kasus korupsi DAM Kalibentak.@